Dulu, waktu SD kalian suka pelajaran olahraga tidak? Kenapa? Apa karena kalian ahli atau karena olahraga tidak pernah menyinggung persamaan kuadrat dua variabel sehingga kalian menyukainya? Anak laki-laki itu pasti suka dengan pelajaran olahraga, benar tidak? Ya, karena selama bersekolah dulu memang itu fakta yang kuamati. Mulai dari permainan bola kecil, bola besar, catur, atletik ; lari lompat lempar yang sangat kuhindari sampai senam lantai seperti sikap lilin, rol ke depan dan belakang, yang kalau mendengarnya akan dipelajari minggu depan hatiku sangat kacau. Seperti balon hijau yang sudah tahu kalau di akhir lagu dia pasti akan meletus.
Waktu umurku delapan tahun, pelajaran olahraga selanjutnya adalah rol ke depan. Aksi yang sangat tidak bisa kulakukan sejak kecil, padahal teman-teman ku terlihat dengan sangat mudah melakukannya. Tentu saja aku kelewat khawatir, yang kupikirkan hanyalah bagaimana caranya agar badanku bisa terguling dengan baik tanpa cedera sedikit pun. Berhubung om ku adalah seorang guru olahraga di SMA, tentu aku memintanya untuk mengajariku dan dengan sigap dia menggulingkan badanku sacara perlahan. Lalu SYUUUTTTT.
Aku terguling dengan sempurna dan tentunya dengan perasaan yang masih tidak percaya saat melihat seolah dinding rumahku ikut berputar. Aku akui rasanya sedikit pusing. Aku mulai mencobanya sendiri tanpa dibantu, tapi bukannya terguling ke depan, badanku malah terjatuh ke samping. Garis bawahi, hanya terjatuh tidak ada gulingan sama sekali. Hal itu membuat orang-orang rumah tertawa. Tiba-tiba adik perempuanku yang sangat perkasa, tomboy, dan kuat mengajariku. Akan tetapi, mau berapa kali pun aku mencoba hasilnya tetap sama. Luruskan tangan, tekuk kepala ke bawah tapi jangan menyentuh kasur, lalu jatuhkan badan ke depan dengan posisi siku yang harus melebar dan harus kuat menahan badan. Saya membaca teorinya berulang kali tapi tetap tidak bisa hingga aku menyerah dan menerima fakta bahwa rol ke depan adalah salah satu hal mustahil untuk kulakukan.
Hingga tiba hari di mana seragam yang kugunakan pagi itu adalah kombinasi jingga putih. Hari dimana aku harus mempraktekkan mimpi buruk itu. Tentu teman-temanku sangat lihai melakukannya. Amirah, Tika, dan Naya dengan mudah melakukannya. Naya melakukan rol ke depan dengan sangat baik dan sempuran dan naasnya adalah fakta bahwa giliranku tepat sesudah gilirannya. Tentu tekananku semakin bertambah dong. Melihatnya yang lincah begitu. Tapi ya, dengan tangan yang sudah keringat dingin, aku menaiki matras berwarna biru, lalu mulai mengambil posisi awal. Tentu kalian sudah bisa menebak hasilnya. Badanku hanya terjatuh ke samping yang membuat teman-temanku tertawa dan aku pun begitu.
Akhirnya guru olahragaku yang super baik dan ramah membantuku untuk melakukan rol ke depan. Satu. Dua. Tiga. Guruku menghitung dan Yesss! Aku berhasil dengan bantuan guruku. Kupikir berjalan mulus, ternyata tidak begitu. Kulihat di belakang sana guruku memegangi pipinya sambil tertawa melihatku. Katanya begini, duh bahaya kamu ini, kakimu sampai di pipiku. And it was! Ternyata dengan tidak sengaja, kakiku mengenai wajah guruku yang membuatku langsung meminta maaf, karena jujur aku sendiri tidak mengira kalau kakiku akan melayang dan mendarat tepat di pipi guruku. Akan tetapi guruku masih tetap tertawa begitu pun temanku.
Sejak saat itu, aku benar-benar membuktikan perkataan mamaku yang mengatakan bahwa beliau adalah orang yang benar-benar sabar dan tidak pernah marah. Ya, saat mamaku SD beliau juga lah yang mengajarinya. Terlebih lagi, beliau juga merupakan teman dari kakekku. Aku menulis ini, biar aku dan teman-temanku tetap mengingat beliau yang sekarang sudah menjadi kepala sekolah di SD yang lain. Terakhir saat aku mengecek beranda media sosialku, aku melihat beliau tengah menjalankan ibadah di tanah suci.
Cerita yang sama sekali tidak boleh pudar dan termakan waktu. Satu hal yang bila kuingat kembali malah akan mendatangkan rasa syukur, karena pernah berada di masa itu. Aku harap, beliau dan teman-teman yang sempat membaca ini senantiasa diberikan umur yang panjang disertai dengan keberkahan di dalamnya supaya semakin banyak cerita-cerita yang jika dikenang kembali akan selalu menerbitkan sebuah senyuman.
Lantas, apakah sampai saat ini aku benar-benar tidak bisa rol ke depan? Tentu tidak. Ada masa dimana aku bisa melakukannya tanpa bantuan orang lain setelah belajar habis-habisan, karena aku tahu di usia tiga belas tahun aku tidak mungkin dibantu guruku lagi karena badanku sudah tidak kecil seperti dulu lagi. Saat berhasil melakukannya, setiap hari sepulang sekolah hal pertama yang kulakukan adalah mempraktekannya karena takut tiba-tiba lupa. Hahaha.
Oh iya, ada satu hal lagi. Aku tidak tahu ini fakta atau bukan, kata mamaku dulu, dia tidak mendaftarkanku les karate karena dia bilang fisikku lemah dan karena aku yang tidak bisa rol ke depan. Aku tidak tahu, apakah tolak ukur itu benar atau tidak yang pasti adalah sampai halaman ini kutulis, aku percaya bahwa perkataan mama tentangku itu memang benar.
Ini foto kelas 6 SD bersama Amirah yang sekarang dah jadi ustadzah
Nihlaa <3

Tidak ada komentar:
Posting Komentar