Minggu kedua di bulan Maret bersama terik yang menyengat kulit. Musim hujan sudah pergi sejak beberapa hari yang lalu, seolah memberi tanda bahwa beberapa bulan ke depan ia tidak akan kembali, membuat orang-orang yang pernah mengutuknya akan merindukan dan menanti kehadirannya kembali. Aku ditemani kipas angin saat menulis halaman ini di kamar kosku. Oh iya, jangan lupakan lampu belajar biruku juga turut serta menemaniku.
Mungkin halaman ini akan menjadi halaman yang cukup panjang. Bagian ini merupakan bagian favoriteku. Aku tidak bermaksud untuk memamerkan, menyinggung, atau bahkan mengungkit hal-hal yang telah terjadi di masa lalu tetapi aku hanya ingin mengabadikan beberapa hal menjadi sebuah catatan yang mungkin saja akan membuat mereka yang membaca ikut larut dan berdamai dengan semua yang pernah terjadi dari kacamataku sendiri. Aku peringatkan jika kalian memiliki firasat buruk dengan tulisanku silakan berhenti di paragraf ini.
Orang-orang menyebutku pintar karena sejak kelas satu SD di tahun kedua sampai tahun terakhir aku mengenakan seragam putih abu-abu, predikat itu selalu menempel denganku. Ya, predikat yang diberikan kepada siswa yang mendapatkan nilai tertinggi di kelas atau antar kelas dari akumulasi semua mata pelajaran. Predikat rangking satu yang menjadi tolak ukur kecerdasan untuk sebagian orang. Aku setuju jika predikat itu memang menjadi tolak ukur sebuah kecerdasan tetapi bukan satu-satunya. Kecerdasan tidak dapat diukur hanya dengan mengait predikat rangking satu. Aku akan membahasnya lain kali.
Salah satu temanku pernah bertanya, apa yang harus ia makan jika ingin mendapat rangking satu di kelasnya. Tidak salah menanyakan itu, tetapi dibanding pertanyaan tentang apa yang harus dimakan, kenapa tidak bertanya tentang apa yang harus dipelajari atau dimana dia harus mengikuti kursus agar nilai Bahasa inggrisnya diatas sembilan puluh. Yaa, karena dia bertanya tentang makanan makanya kujawab asal dengan menyebutkan makanan favoriteku. Martabak telur depan Bank BNI. Dia terdiam sebentar, lalu kita berdua tertawa bersamaan. Aku jadi berpikir juga, kok bisa? Apakah mungkin karena acara TV favorite ku di hari minggu adalah Rangking 1? Acara TV yang membuatku membeli buku catatan yang lucu sebab semua pertanyaan dan jawabannya pasti akan kucatat di buku itu.
Dulu aku adalah tipe anak yang rajin. Semasa SD, setiap pulang sekolah hingga malam, aktivitasku terlepas dari kewajiban hanyalah tidur siang, belajar dan menonton drama korea. Aktivitas yang tidak pernah membuatku jenuh dan bosan. Saat kelas satu sampai tiga SD pun aku dituntut untuk mendapatkan nilai yang paling tinggi di kelas. Ada masa dimana saat pertama kali tugasku mendapat nilai nol, aku berpikir lebih baik jika kabur dari rumah saja karena aku takut berhadapan dengan mamaku. Hahaha. Aku tertawa jika mengingat kejadian itu kembali. Saat kelas empat SD, mamaku yang selalu mengingatkanku untuk belajar tiba-tiba berubah drastis. Beliau malah menyuruhku untuk bermain dan tidak melulu membaca buku. Tentu satu hal yang mengagetkan, bahkan ada masa dimana mamaku menyuruhku untuk berhenti belajar. Seperti bom saja. Mengagetkan.
Pengunguman peringkat di SD dulu selalu menjadi hari yang paling menegangkan bagiku. Bagaimana tidak? Peringkat enam besar per kelasnya selalu diumumkan di lapangan sekolah dan itu benar-benar disaksikan oleh seluruh siswa dan orang tua yang hadir. Oh sungguh. Aku ingat waktu aku pertama kali mendapat peringkat satu yang membuat mamaku sangat senang begitu pun denganku. Aku berlari menuju tengah lapangan untuk menerima bingkisan dari guruku. Karena kejadian itu, aku dibelikan sepeda. Oh iya, kalian harus tahu, jika mendapat rangking satu aku akan dapat hadiah juga dari keluargaku seperti uang, tempat pensil baru, dan pernah juga sebuah ponsel bermerk cross lix yang dibelikan mama ajiku saat kelas lima SD yang merupakan hadiah rangking satu terakhirku.
Banyak yang terjadi, ada saat dimana aku kaget ketika statusku sedang dalam masa orientasi siswa baru dan ketua osis SMP mengenaliku dan memanggilku dengan sebutan si rangking satu. Sebagai 'anak baru' tentu saya sangat senang bisa dikenal dan dipanggil oleh ketua OSIS. Lalu, pernah juga suatu saat ketika selesai sholat Ied, aku menyapa temanku yang sedang berjalan dengan teman-temannya. Dia laki-laki dan temannya nampak kaget saat aku menyapa temanku itu. Saat aku berlalu, aku bisa mendengar temannya yang kaget tadi bertanya seperti ini. Dia rangking satu kan? Kenapa kalian bisa saling kenal? Mendengar orang-orang yang kadang kala memanggilku seperti itu tidak membuatku senang dan juga tidak membebaniku.
Sepertinya kehidupan si rangking satu itu berjalan mulus seolah tidak ada hambatan bukan? Salah. Kalian salah besar. Lantas, apakah dengan menggandeng predikat rangking satu, hari-hariku berjalan dengan penuh tawa, tenang atau terhindar dari bullying? Tentu tidak. Inilah poin yang ingin aku sampaikan. Mengutip dari detikjabar.com bullying memiliki beberapa kategori salah satunya adalah kontak verbal langsung yang perlakuannya dapat berupa julukan nama, celaan, sarkasme, mengejek, mencela, atau merendahkan. Tentu saya pernah mengalaminya dan sisi yang paling menarik adalah pelaku yang merupakan teman yang boleh dibilang dekat denganku. Kalian tidak perlu berpikir keras, karena aku bahkan tidak menyebutkan secara gamblang tentang siapa, kapan, dimana dan berapa lama hal tersebut terjadi.
Tentu sebagai perempuan yang sangat mudah menangis perasaanku tidak baik-baik saja kala itu. Walaupun dengan fisik dan rupa yang memang sesuai dengan standar yang beredar di masyarakat bukan berarti mereka bisa seenaknya berbicara tentang kekuranganku. Kesal? Tentu. Mau marah? Mau, tapi rasanya aneh karena apa yang mereka katakan memang benar. Padahal dulu, aku sempat beranggapan seperti ini. Jika tidak ingin diusik oleh orang lain, setidaknya ada tiga hal yang harus dimiliki. Pertama, penampilan yang harus sesuai dengan standar masyarakat. Kedua, uang yang banyak disertai dengan kekuasaan, dan terakhir adalah jadi orang pintar yang dibutuhkan. Oleh karena itu, dengan menjadi rangking satu kupikir hari-hariku akan baik-baik saja. Tapi, ternyata salah. Salah besar.
Anggapan itu tumbuh dengan subur di kepalaku, sampai ada hari dimana semuanya terpatahkan begitu saja. Aku menulis ini, karena beberapa hari ini aku selalu mendengar cerita tentang bullying yang terjadi di sekitar orang-orang terdekatku yang tidak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan pengalamanku dulu. Dengan cerita-cerita itu aku menyadari bahwa bukan kekurangan yang menjadi alasan dibalik tindakan pembullyan atau semacamnya. Hanya ada dua kemungkinan yang masuk akal bagiku, pertama karena pelaku iri atau menaruh rasa tidak suka dan yang kedua adalah karena tindakan bullying merupakan sumber kesenangan bagi mereka yang melakukannya.
Saat duduk di bangku SMP ada masa dimana aku merasa bahwa Tuhan tidak adil padaku berkat perkataan yang benar-benar menusuk. Aku ingat ada masa dimana setiap malam saat lampu padam, aku terus menangis dan bertanya dalam hati kenapa harus aku orangnya. Kenapa harus aku yang mengalaminya? Kenapa tidak orang lain saja? Berulang kali aku mencari jawaban, kenapa aku harus diciptakan dengan bentuk yang seperti ini. Proses yang panjang untuk mencari jawaban dan memahami semuanya. Salah satu kesalahan terbesar yang kuharap kalian tidak pernah melakukannya. Kesalahan yang terjadi karena aku tidak bersyukur dengan pemberian Tuhan yang kumiliki saat itu.
Pada akhirnya aku paham dan menerima. Aku sangat bersyukur karena bisa lepas dari masa-masa itu. Aku berharap kalian yang juga pernah menjadi bagian dari aksi bullying bisa lepas dan perlahan sembuh dari rasa sakitnya. Ya, mungkin membutuhkan waktu yang lama tapi kalian harus percaya bahwa bersyukur dan mengikhlaskan semua hal pahit di masa lalu adalah obat yang paling ampuh atas semua rasa sakit yang masih tersisa saat ini.
Terakhir aku melampirkan beberapa foto yang memorable untukku. Foto yang memiliki ceritanya masing-masing. Dariku.
Nihlaa<3
Foto waktu ikut lomba Rangking 1 di kelas 4 SD. Memorable gak tuh? Foto bersama nene aji nih. Bajunya tuh spesial karena dibelikan om waktu hadir di event Trans TV yang menaungi acara Rangking 1.
Foto waktu pengunguman peringkat di kelas 6 SD semester akhir
Dan ini foto paling memorable karena diambil pas lagi galau-galaunya mikirin jurusaan. Hahaha.




Tidak ada komentar:
Posting Komentar