Hai. Apa kabar? Jangan lupa bersyukur ya teman-teman. Seperti judulnya, di catatan pertama ini aku akan menulis awal mula yang mengantarku sampai ke tempat di mana aku berada sekarang. Ya, saat bagian ini kutulis, aku sedang duduk di dalam ruang kelas, dan lagi-lagi hujan.Februari tahun ini meninggalkan banyak sekali genangan tapi tidak untuk kenangan. Sesuai judul di halaman ini, aku akan menjawab pertanyaan yang sedari dulu masih terus terdengar di kupingku yang dulu selalu membuatku ingin menangis jika mendengarnya terus-menerus. Sekarang tidak lagi. Semoga saja halaman ini bisa menjadi pembelajaran untuk kalian, terebih lagi untuk saya,
Aku melanjutkan halaman ini sembari mendengar alunan instrument Titanic di youtube yang durasinya tiga jam karena aku tahu, halaman ini akan cukup panjang. Alunannya lembut sekali. Baiklah, sepertinya prakataku terlalu panjang. Mungkin sebaiknya aku mulai dari seorang gadis kecil berusia lima tahun yang jika ditanyai tentang cita-citanya, ia akan menjawab 'guru' yang seiring waktu jika ditanya kembali, dia akan menjawab 'dosen' lalu pada akhirnya, saat orang-orang mulai menyerbunya dengan pertanyaan yang sama ia menjawabnya dengan tegas 'guru..' lalu menyambung perkataannya di dalam hati '...besar' lalu tersenyum dan mengaminkan diam-diam.
Saat usianya tiga belas tahun ia mengikuti olimpiade sains bidang IPA padahal ia tahu betul bahwa hatinya lebih memilih matematika sama seperti waktu ia masih mengenakan seragam merah putih. Lalu sejak saat itu setiap pulang sekolah ia harus mendapat bimbingan lebih tentang materi olimpiade IPA dan mulai membiasakan diri dengan hal-hal seputar atom, bakteri, gaya, dan yang lainnya. Namun, bukan berarti ia mulai menyukainya, dia hanya akan semangat jika berhadapan dengan materi yang berkaitan dengan tumbuhan. Tidak lebih.
Dua tahun berlalu, dan gadis kecil tadi mulai beranjak dewasa tapi hanya sedikit yang berubah. Di bangku SMA ia tidak berhadapan dengan IPA lagi, tapi fisika, kimia, dan biologi. Entah kenapa baginya ketiga pemekaran IPA tersebut memiliki daya tarik tersendiri padanya. Menyenangkan. Dia suka ketiganya, sampai suatu saat di tahun pertama sekolahnya ia ditunjuk lagi untuk mengikuti olimpiade sains biologi, lalu di tahun keduanya ia dipercayakan kembali untuk mengikuti olimpiade sains tetapi dengan bidang yang berbeda. Kimia. Lambat laun, ia mulai akrab dengan hal-hal seperti asam, basa, titrasi, elektrolit, karena ia juga tergabung dalam kelompok ilmiah remaja yang berfokus pada bidang kimia.
Dia punya cita-cita dan semua orang berhak akan hal itu. Dia juga punya mimpi dan semua orang pun juga berhak atas hal tersebut. Sedari dulu, jika ditanya tentang cita-cita dan bidang apa yang ingin dia geluti, jawabannya tidak pernah berubah. She wants to be a teacher dan dia tahu, di mana tempat yang akan ia tuju untuk mewujudkannya dan selama belasan tahun jawabannya sama sekali tidak pernah berubah. Kampus orange. Hingga suatu saat, ia mengikuti sebuah webinar yang mengubah pemikiriannya. Padahal, itu bukan kali pertama baginya.
Dia mulai bermimpi lagi tapi kali ini mimpinya tidak lagi sama. Ada yang berubah, pemikiran yang sontak membuat hatinya juga ikut berubah. Oktober 2020. Ia ingat dengan jelas awal mulanya dan menyimpannya sebagai memori sampai saat ini. Dari sana, perlahan ia mulai mencari tahu, lalu lebih dalam, dan lebih dalam lagi. Suatu saat, ia menceritakan mimpi-mimpi barunya kepada ibunya. Tentu ibunya tidak setuju karena baginya itu terlalu jauh, terlebih lagi pilihan yang ia sebutkan tersedia di daerahnya, lantas kenapa harus menyebrangi pulau? Tapi pada akhirnya ibunya mengiyakan.
Hari terus berganti, pandemi di waktu itu kian melonjak ditambah bencana alam yang sampai saat ini masih menyisakan memori yang pedih nan kelam. Tentu, ia juga tidak lupa bahwa waktunya untuk menentukan pilihan akan segera tiba. Semangat yang telah ia pupuk di awal mulai luntur. Semakin ia mencari tahu, semakin tumbuh rasa cintanya, tapi semakin tumbuh pula keraguannya. Ia sendiri tidak tahu, kenapa tiba-tiba hatinya menjadi ragu untuk berlabuh menggeluti dunia obat-obatan di sebrang pulau. Dia mulai bertanya kembali pada dirinya, apa dia bisa? apa dia mampu? dan apakah itu benar-benar yang terbaik baginya?
Pertanyaan-pertanyaan itu terus mengganggu dirinya, hingga ia memutuskan untuk bertanya kepada orang-orang yang menurutnya lebih paham. Siang malam bertukar pesan, dan sisa waktu untuk menyelesaikan pilihannya tinggal seminggu lagi. Akan tetapi, hatinya tidak bisa tenang, sejak malam itu tidurnya selalu terganggu dan ia selalu menangis. Dia sendiri bingung, tidak mengerti apa yang terjadi dengan dirinya sendiri. Berulang kali ia bangun pada pukul 02.00 subuh hanya untuk menekan tombol biru atas impiannya pada dunia obat-obatan yang telah membuka matanya, tapi tidak bisa. Dia tidak bisa dan tidak sehebat orang-orang di luar sana yang dengan sigap menyelesaikan dan memantapkan pilihannya.
Hari demi hari berlalu, teman-temannya sudah selesai dengan pilihan mereka masing-masing dan telah melewati tahapan finalisasi yang semestinya memang segara dilakukan mengingat portal SNMPTN saat itu akan ditutup tiga hari lagi. Akan tetapi, gadis remaja yang akan beranjak dewasa itu masih saja bingung apakah ia akan kembali pada pilihan pertamanya, yang selama belasan tahun belum pernah goyah, atau ia akan memilih impian baru yang entah mengapa membuatnya begitu kagum. Bahkan, ibunya berulang kali bertanya, "sudah?" yang dibalas dengan gelengan kepala. Saat ibunya bertanya alasannya, ia akan diam saja. Sampai suatu saat perempuan itu berjanji bahwa besok dia benar-benar menyelesaikan pilihannya.
Dia sempat bertemu gurunya di sekolah. Seorang guru yang benar-benar berharap lebih padanya. Itu terlihat jelas. Seorang guru yang selalu mendukungnya untuk terjun ke dunia medis. Padahal, dunia medis yang dibicarakan gurunya tidak pernah terbayang di benaknya. Sebenarnya, bukan beliau saja yang menyarankannya untuk menggeluti bidang tersebut tetapi orang-orang di sekitarnya seperti kerbat dan para tetangganya. Ya, tapi mau bagaimana? Baginya setiap orang memiliki kecenderungan dan ketertarikan yang berbeda-beda, dan itu hal yang wajar menurutnya.
Di suatu malam ia menundukkan kepala, bersujud meminta arahan. Perempuan yang dilanda kebingungan itu melaksanakan shalat istikhara, memohon petunjuk kepada Yang Maha Kuasa atas segalanya, kepada Dia yang mampu membolak-balikkan hati yang selalu memberikan jalan terbaik bagi para hamba-Nya. Akhirnya, dia menyelesaikan pilihannya dan saat ini ia hampir menyelesaikan catatannya. Ya, itu aku yang dari membaca judulnya pun kalian pasti sudah menebak. Aku ingin membuat pengalaman ini menjadi memori dan agar kalian tahu, untuk sampai di tahap ini pun juga tidak mudah bagiku. Aku juga akan melampirkan beberapa percakapan yang sangat berharga bagiku dan kuharap bisa menjadi pelajaran juga untuk kalian.
Aku harap dari sini kalian bisa mengerti maksudku, dan satu lagi. Aku percaya kalau Tuhan itu Maha Baik, dia selalu memberikan yang terbaik bagi kita. Percaya deh.
Salam dariku, mahasiswa tingkat empat jurusan kimia who learns about chemistry but haven't found chemistry with someone else. Hahahah. See You
Nihlaa<3